Taman Kanak-Kanak Ala Politisi DPD
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DKI menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya mereka bukan sibuk mengurusi rakyat, melainkan sibuk memilih pemimpin baru.
Drama pemilihan pemimpin DPD baru tersebut terjadi pada ruang sidang Paripurna DPD yang sempat diwarnai kericuhan Senin (3/4/2017).
Berikut kronologinya.
Rapat paripurna DPD dimulai sejak Senin (3/4/2017) sekitar Pukul 14.00 WIB, dipimpin oleh dua Wakil Ketua DPD, GKR Hemas dan Farouk Muhammad. Sementara, Ketua DPD Mohammad Saleh tak hadir karena menjalani perawatan di rumah sakit.
Interupsi sudah langsung dilayangkan sejumlah anggota DPD. Bahkan, terjadi kericuhan sebelum rapat dibuka.
Kisruh berawal dari keberatan yang diajukan sejumlah anggota terhadap pimpinan sidang. Menurut mereka, sesuai kesepakatan rapat Panitia Musyawarah (Panmus), agenda seharusnya pemilihan pimpinan baru.
Dengan demikian, paripurna dipimpin oleh anggota DPD tertua dan termuda.
Namun, Hemas dan Farouk berargumen, putusan Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Tata Tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencantumkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.
Mengacu pada putusan MA, pemilihan pimpinan tak bisa dilakukan.
Rapat Panitia Musyawarah (Panmus) yang digelar pada Minggu (2/4/2017) menghasilkan kesimpulan bahwa paripurna pada 3 April mengagendakan penyampaian putusan MA dan isu lainnya.
Protes dilayangkan kepada Hemas dan Farouk. Terjadi aksi saling dorong saat para anggota DPD menyampaikan protesnya.
Pada pukul 17.00 WIB, rapat diskors karena tak kunjung menetapkan agenda pembahasan.
Rapat kembali dibuka pada Pukul 19.00 WIB. Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas membuka sidang dan langsung membacakan putusan MA yang membatalkan tata tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencantumkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.
Dengan dibatalkannya dua tatib tersebut, maka kembali ke Tatib 1/2014 yang menyatakan bahwa jabatan pimpinan DPD berlaku selama 5 tahun.
"Yang 2,5 tahun sudah dicabut MA. Jadi yang hidup kembali Tatib Nomor 1 Tahun 2014. Saya patuh pada aturan hukum," kata Hemas.
Seusai membacakan putusan MA, Hemas mengetuk palu dan langsung keluar dari ruang sidang.
Hal itu kembali memicu kericuhan.
Sebagian tak terima dengan sikap Hemas yang dianggap sepihak. Para anggota pun mendesak Farouk mencabut keputusan Hemas.
"Yang dilakukan Beliau melanggar tata tertib," kata Anggota DPD dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Ibrahim Agustinus Medah.
Perdebatan kembali terjadi saat mulai membahas agenda rapat. Farouk memutuskan kembali melakukan skorsing untuk melakukan lobi.
Rapat baru kembali dimulai sekitar Pukul 23.45 WIB dan dibuka dengan pembacaan mosi tidak percaya terhadap Hemas yang dibacakan oleh Anggota DPD dari Sulawesi Utara, Benny Rhamdani.
Ia mengklaim, 54 anggota sudah menandatangani mosi tidak percaya tersebut. Jumlah itu kemudian bertambah karena beberapa anggota yang belum membubuhkan tanda tangan naik ke atas panggung.
Rapat pun dilanjutkan. Namun, Farouk terbentur waktu. Pasalnya, jika mengacu pada aturan masa jabatan 2,5 tahun, masa jabatan tiga pimpinan DPD berakhir pada 3 April 2017 hingga Pukul 23.39 WIB.
Saat itu, waktu sudah menunjukkan Pukul 00.05 WIB dan status dinyatakan demisioner.
"Saya juga menyadari pada akhirnya saya mungkin akan didemosi. Ada soal perbedaan pendapat soal keputusan MA atau putusan pimpinan, silakan. Tentu itu persoalan teknis. Saya sadar tidak bisa lagi terus melaksanakan proses itu. Saya sudah tidak lagi punya hak untuk memimpin karena berakhir masa jabatan saya," kata dia.
Farouk meninggalkan ruang sidang.
Paripurna pun dilanjutkan oleh pimpinan sementara. Sesuai peraturan, anggota DPD tertua dan termuda yang harus ditunjuk. Keluarlah nama AM Fatwa dan Rini Damayanti.
Fatwa sempat menolak menjadi pimpinan sementara. Ia ragu MA mau memimpin pembacaan sumpah jabatan jika pemilihan tetap dilakukan.
Namun, para peserta rapat berhasil meyakinkan Fatwa dan ia pun bersedia memimpin rapat.
Tata cara pemilihan pimpinan DPD pun dibacakan sekitar Pukul 00.30 WIB. Paripurna akhirnya memutuskan bahwa agenda pemilihan pimpinan dilanjutkan dengan penunjukan nama perwakilan wilayah Barat, Tengah, dan Timur.
Di tengah proses, Oesman Sapta Odang tiba-tiba hadir dalam rapat, sekitar Pukul 00.45 WIB.
Wilayah Barat menyodorkan tiga nama, dan akhirnya memilih Darmayanti Lubis sebagai wakil Ketua DPD. Sementara, wilayah Timur mengajukan dua nama, namun hanya Nono Sampono yang bersedia maju.
Secara aklamasi, Oesman Sapta akhirnya dinyatakan sebagai Ketua DPD terpilih dan disetujui oleh 62 orang anggota yang hadir.
"Menetapkan Saudara Oesman Sapta sebagai Ketua, Saudara Nono Sampono sebagai Wakil Ketua 1 dan Saudari Damayanti Lubis sebagai Wakil Ketua 2," ujar Rini Damayanti.
Drama pemilihan pemimpin DPD baru tersebut terjadi pada ruang sidang Paripurna DPD yang sempat diwarnai kericuhan Senin (3/4/2017).
Berikut kronologinya.
Rapat paripurna DPD dimulai sejak Senin (3/4/2017) sekitar Pukul 14.00 WIB, dipimpin oleh dua Wakil Ketua DPD, GKR Hemas dan Farouk Muhammad. Sementara, Ketua DPD Mohammad Saleh tak hadir karena menjalani perawatan di rumah sakit.
Interupsi sudah langsung dilayangkan sejumlah anggota DPD. Bahkan, terjadi kericuhan sebelum rapat dibuka.
Kisruh berawal dari keberatan yang diajukan sejumlah anggota terhadap pimpinan sidang. Menurut mereka, sesuai kesepakatan rapat Panitia Musyawarah (Panmus), agenda seharusnya pemilihan pimpinan baru.
Dengan demikian, paripurna dipimpin oleh anggota DPD tertua dan termuda.
Namun, Hemas dan Farouk berargumen, putusan Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Tata Tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencantumkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.
Mengacu pada putusan MA, pemilihan pimpinan tak bisa dilakukan.
Rapat Panitia Musyawarah (Panmus) yang digelar pada Minggu (2/4/2017) menghasilkan kesimpulan bahwa paripurna pada 3 April mengagendakan penyampaian putusan MA dan isu lainnya.
Protes dilayangkan kepada Hemas dan Farouk. Terjadi aksi saling dorong saat para anggota DPD menyampaikan protesnya.
Pada pukul 17.00 WIB, rapat diskors karena tak kunjung menetapkan agenda pembahasan.
Rapat kembali dibuka pada Pukul 19.00 WIB. Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas membuka sidang dan langsung membacakan putusan MA yang membatalkan tata tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencantumkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.
Dengan dibatalkannya dua tatib tersebut, maka kembali ke Tatib 1/2014 yang menyatakan bahwa jabatan pimpinan DPD berlaku selama 5 tahun.
"Yang 2,5 tahun sudah dicabut MA. Jadi yang hidup kembali Tatib Nomor 1 Tahun 2014. Saya patuh pada aturan hukum," kata Hemas.
Seusai membacakan putusan MA, Hemas mengetuk palu dan langsung keluar dari ruang sidang.
Hal itu kembali memicu kericuhan.
Sebagian tak terima dengan sikap Hemas yang dianggap sepihak. Para anggota pun mendesak Farouk mencabut keputusan Hemas.
"Yang dilakukan Beliau melanggar tata tertib," kata Anggota DPD dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Ibrahim Agustinus Medah.
Perdebatan kembali terjadi saat mulai membahas agenda rapat. Farouk memutuskan kembali melakukan skorsing untuk melakukan lobi.
Rapat baru kembali dimulai sekitar Pukul 23.45 WIB dan dibuka dengan pembacaan mosi tidak percaya terhadap Hemas yang dibacakan oleh Anggota DPD dari Sulawesi Utara, Benny Rhamdani.
Ia mengklaim, 54 anggota sudah menandatangani mosi tidak percaya tersebut. Jumlah itu kemudian bertambah karena beberapa anggota yang belum membubuhkan tanda tangan naik ke atas panggung.
Rapat pun dilanjutkan. Namun, Farouk terbentur waktu. Pasalnya, jika mengacu pada aturan masa jabatan 2,5 tahun, masa jabatan tiga pimpinan DPD berakhir pada 3 April 2017 hingga Pukul 23.39 WIB.
Saat itu, waktu sudah menunjukkan Pukul 00.05 WIB dan status dinyatakan demisioner.
"Saya juga menyadari pada akhirnya saya mungkin akan didemosi. Ada soal perbedaan pendapat soal keputusan MA atau putusan pimpinan, silakan. Tentu itu persoalan teknis. Saya sadar tidak bisa lagi terus melaksanakan proses itu. Saya sudah tidak lagi punya hak untuk memimpin karena berakhir masa jabatan saya," kata dia.
Farouk meninggalkan ruang sidang.
Paripurna pun dilanjutkan oleh pimpinan sementara. Sesuai peraturan, anggota DPD tertua dan termuda yang harus ditunjuk. Keluarlah nama AM Fatwa dan Rini Damayanti.
Fatwa sempat menolak menjadi pimpinan sementara. Ia ragu MA mau memimpin pembacaan sumpah jabatan jika pemilihan tetap dilakukan.
Namun, para peserta rapat berhasil meyakinkan Fatwa dan ia pun bersedia memimpin rapat.
Tata cara pemilihan pimpinan DPD pun dibacakan sekitar Pukul 00.30 WIB. Paripurna akhirnya memutuskan bahwa agenda pemilihan pimpinan dilanjutkan dengan penunjukan nama perwakilan wilayah Barat, Tengah, dan Timur.
Di tengah proses, Oesman Sapta Odang tiba-tiba hadir dalam rapat, sekitar Pukul 00.45 WIB.
Wilayah Barat menyodorkan tiga nama, dan akhirnya memilih Darmayanti Lubis sebagai wakil Ketua DPD. Sementara, wilayah Timur mengajukan dua nama, namun hanya Nono Sampono yang bersedia maju.
Secara aklamasi, Oesman Sapta akhirnya dinyatakan sebagai Ketua DPD terpilih dan disetujui oleh 62 orang anggota yang hadir.
"Menetapkan Saudara Oesman Sapta sebagai Ketua, Saudara Nono Sampono sebagai Wakil Ketua 1 dan Saudari Damayanti Lubis sebagai Wakil Ketua 2," ujar Rini Damayanti.
Adapun pelantikan tiga pimpinan DPD akan dilakukan pada Selasa (4/4/2017).
Taman Kanak-Kanak Ala Politisi DPD
Reviewed by Hepii
on
20:50
Rating:
No comments: